Kita bertahan pada luka yang–sakit dan sebabnya–kita pilih sendiri

I.
“Kita bertahan pada luka yang –sakit dan sebabnya– kita pilih sendiri”

5 tahun
Kukira tidak banyak ingatan yang melekat hebat. Aku pernah bermain lilin dan api, lelehannya menetes pada kulit paha dan jemari. Lukanya tidak sembuh dalam dua-tiga hari. Sepertinya aku ingat bagaimana panas beradu perih hingga sakit tak terperi. Luka pertama yang kuingat kubuat sendiri.

Ibu bilang rasakan sendiri akibat tidak mendengar dan bila dinasehati hanya berlari. Aku rasa akan lebih baik bila lebih mendengar dan mengerti maksud ibu di pagi hari.

9 tahun
Sudah mahir bermain sepeda dan bisa pergi sedikit lebih jauh dari tempat biasa. Kali itu aku bersama Linda, aku tidak ingat persisnya, tapi kita mengunjungi satu pohon tua di tengah lapang tanpa sehelaipun daun yang melekat. Lalu kita lupa jalan pulang.

Pertama kalinya aku menyesali pergi lebih jauh dari biasanya. Mungkin berada pada tempat biasa ada baiknya. Pada hari-hari berikutnya, kita pergi lebih jauh, ke tempat-tempat lainnya, berbeda, dan masih bersama Linda.

12 tahun
Menstruasi pertama kali. Kala itu sedang bermain bersama tetangga tapi semuanya panik saat tiba-tiba ada darah di sela-sela paha. Ibu dan bapak sedang tidak di rumah, semakin panik. Tapi setelah mereka tiba, kukira semua baik-baik saja, tapi ternyata perutku tidak. Kram. Aneh. Salah satu perasaan dan keadaan yang seluruh detailnya aku ingat persis tanpa satu pun luput sesuatu.

Aku cukup rajin belajar tapi aku tidak suka IPA. Mungkin akan lebih baik bila sesekali mencoba lebih banyak membaca dan memahami fungsi reproduksi. Tapi, tidak berguna juga pikirku jika saja guruku berkata darah menstruasi yang tidak bersih dicuci akan disambangi makhluk tak kasat mata. Aku berfikir saat itu sia-sia juga belajar IPA.

13 tahun
Aku tidak begitu suka saat-saat itu. Aku diterima di sekolah yang berada di markas
tentara. Sial, komplek Yonif. Kukira ini akan berakhir buruk sekali, tapi ternyata tidak juga. Sovya, terima kasih untuk tahun pertama dan terakhir kita, setelahnya aku tiada mengetahui sesuatu apa dari dirimu yang ceria. Semoga baik-baik saja adanya.

Rajin belajar kiranya akan berguna. Tapi ternyata tidak dengan Linda. Ia bisa dapat bangku dengan membayar lima juta di sekolah yang kudamba, jadi aku kecewa. Karena ia bisa di sana dengan modal lima juta sementara aku harus menerima setiap hari melihat tentara. Setelahnya, aku tidak lagi bermain sepeda dengan Linda. Kami tidak lagi bicara. Pikirku waktu itu, belajar rajin dan tekun akan sia-sia belaka dan akan kalah dengan uang lima juta.

15 tahun
Ialah kala tahun kedua aku berkutat dengan berbagai pemandangan mikroba. Aku melihat sperma berlari kesana-kemari, entah milik siapa. Tahun kedua pula aku melatih diri untuk tidak takut pada jarum suntik dan segala yang beririsan dengan getih dan perih.

Aku kira akan cepat terbiasa karena sering kali melihat adegan berdarah di layar kaca, tapi ternyata aku payah juga. Seringkali tremor dan luput melihat vena. Barangkali aku tidak terlahir untuk sputum, sperma dan mikroba. Tapi seru juga bisa melihat yang tak kasat mata dengan bantuan mikroskop dan kaca. Rajin berlatih mungkin akan membuat terbiasa.

16 tahun
Kali pertama selama tiga bulan aku berurusan dengan mereka yang liyan. Aku melihat bentuk berbeda dari cinta. Ada kala aku bingung dan termenung saat harus memanggil Tn. Yulia lalu yang menghampiri adalah pria paruh baya. Aku kira itu kesalahan tak disengaja namun ternyata memang begitu adanya. Dua ratus Tn. Yulia dalam tiga bulan dan aku bertekad untuk rajin belajar dan membaca agar lebih berguna nantinya.

Aku terbiasa dengan mereka yang liyan. Ternyata kejadian itu mempermudah
hidupku beberapa tahun ke depan. Aku lebih luas melihat dunia dan isinya, tidak lagi hitam dan putih. Tapi kukira aku tak handal pula dalam matematika, kimia dan fisika. Jadi, dengan rela kupilih jalan lainnya.

17 tahun
Aku mendapati diriku di tempat yang berbeda dan tiada seorang pun menyangka aku bisa di sana. Liyan dan Dunia Sophie. Aku berkenalan dengan Dian, seorang yang bisa kuajak bicara hingga saat ini. Dian yang kurasa sikapnya tidak pernah menggurui. Ia bicara perihal yang liyan dan aku teringat pada dua ratus Tn. Yulia. Lagi-lagi aku mau rajin membaca, tidak hanya buku, tapi membaca mereka dengan seksama, supaya tahu harus bagaimana.

Kurasa ada baiknya menahan diri dan lebih banyak mendengar di banyak waktu. Kala itu aku terlalu meledak-ledak. Entah bagaimana selalu berani untuk mencoba segala yang dianggap tidak biasa dan tidak pernah dicoba sebelumnya. Tapi tak apa, pada waktu-waktu hidup yang tak terulang lagi ini, ada baiknya untuk tidak menyesali sesuatu, apa pun itu.


Pernah ada pada gulir-gulir nadir
Memelihara gelora yang membara
atau
Berkejaran dengan waktu mengadu rindu
Tiada sesiapapun yang menang kecuali waktu

Januari hingga April
Berharap bisa unggul dari setiap malam yang gigil
atau
Bisa bertahan di antara peredu demi peredu
Tapi siapa bisa bertahan pada musim ketidakpastian?

Mei hingga Agustus
Kukira musim lebih jelas
Matahari bisa lebih tegas dan kita bisa lebih awas
Hanya saja, siapa bisa melewati panas tanpa mengeluh lepas
Banyak hal kandas

September hingga Desember
Riak air sudah berdatangan mulai hulu ke hilir
Daun, bunga dan ranting berdansa gembira
Sedang kita memeluk nestapa
Sebab hidup hanya sekali ini yang kita punya