Madah Kepada Bengok

Madah Kepada Bengok

1
PETIR :

Dari mana memulai
langit tak jelas detaknya.
Dari mana memulai
waktu tak jelas juntrungnya.
Dari mana memulai
hari tak jelas rimbanya.
Apakah ada awal mula.
Apakah ada awal mula.
Apakah ada awal mula.

Ophelia gila pada keriangan.
Hamlet riang pada kegilaan.
Tahta amuk cinta gemetaran di atas
ranjang orang biasa.
Bebaskan aku.
Bebaskan aku.
Bebaskan aku
dari kelimpungan buntu.

2
LANTAI DINGIN :

Air mukanya mengambang seperti gabus
disamudera lepas, inti hati ini.
Akhir tahun yang jauh, entah dekat
—siapa yang dapat meminta waktu untuk diam
duduk hingga bermain catur sedetik? 

Senyum yang muda
ingin turut dikecup cepat-cepat
tetapi tetap pelan-pelan.
Berbagi air liur
saling menelentangkan laksana gulungan peta
diatas kasur mukah
ditengah poros gundah.

3
TUKANG TILANG :

Namaku rahim!
Bukan laki.
Bukan perempuan.
Tidak muda tidak tua.
Identitas melampaui Kartu Tanda Penduduk!
Bila tuan hendak
Baiklah
sebut saja saya wanita.
Tuan selalu memberi coklat dan bunga
entah untuk penanda apa.
Beberapa waktu lalu, Rahmat mengucap cinta.
Tedas tidak pungkas percaya.
Sebab cinta bukan sesuatu yang terucap
ihwal macam asap
mengepul pada nurani insani
penyebab petir nisbi
musabab hidup pada mati.
Boleh saya curiga?
Tuan, aku tidak ingin ada pagar
tidak pula berbagi kamar
apalagi saling menggerai ruang pada sanubari untuk
saling cambuk.
Saling terkam.
Saling duga.
Mari kita lakukan pelan-pelan.

4
SELIMUT :

Eksis ribuan lubang sakit dilimbik.
Eksis ribuan noktah basah luka arkaik.
Eksis ribuan nyeri digegabah sejarah.
Seorang menghukum bila
tak terjaga kala embun wafat.
Dua orang menghukum bila
kurus kerontang.
Tiga orang menghukum bila
sakit.

Tidak ada yang menyukai dingin
air muka yang telanjang.
Kebosanan menempel.
Lamunan celaka menempel.
Syakwasangka membuat kredo ;
Aku keranjingan post puisi !
Aksara yang dikemuka penyair
susunan kata tertulis
itu : pasca.
Puisi hadir pada ketidakterungkapan.
Menghilang, menjauh
berjarak
enggan disentuh.
Kala pena pertama kali digenggam
Kerentanan remang
berubah menjadi kerja :
Puisi telah menjadi almarhum. 

5
KOOR :

Apa ini?
Sakit!
Panggilkan Tabib?
Sakit!
Pangilkan Dokter?
Sakit!